Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Madura dalam bentuk media online yang memuat: Madura Zone, Artikel, Pendidikan, Budaya, Pariwisata, Kuliner, Berita, Dan lain-lain. Selamat berkunjung di blog kami!!!

Review Pemikiran Ahmad Dahlan dalam Pendidikan Islam

---
---


Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU. Pendidikan telah menjadi “trade-merk” gerakan Muhammadiyah, besarnya jumlah lembaga pendidikan merupakan bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses pemberdayaan umat Islam dan pencerdasan bangsa. Dalam konteks ini Muhammadiyah tidak hanya berhasil mengentaskan bangsa Indonesia dan umat islam dari kebodohan dan penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan sistem pendidikan “modern” yang telah terjaga identitas dan kelangsungannya.
Diskusi tentang pendidikan Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah satu tokoh pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah K.H. Ahmad Dahlan.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang pahlawan nasional yang banyak memberikan konstribusi pada dunia pendidikan Islam di Indonesia ini. Ia seorang da’i sekaligus organisatoris Islam yang mampu mewujudkan suatu sistem lembaga Islam yang terpadu yang hasilnya kini dikembangkan terus oleh para generasinya.
Nama Ahmad Dahlan bukanlah nama yang asing dalam dunia pendidikan, ia lebih banyak dikenal orang sebagai pendakwah atau pembaharu sosial budaya di Indonesia. Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri, ia telah memberikan nilai-nilai yang berharga pada pendidikan Islam agar dapat selangkah lebih maju dengan orang-orang Eropa, contohnya dengan lahirnya lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sampai saat ini tetap exist dan qualified.

A.    Pembahasan
1.      Sketsa Biografi Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan , tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah, dilahirkan pada tahun 1868 sebagai amak dari salah satu dari 12 khatib masjid Agung Yogyakarta. Sumberlain menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang KH. Abu Bakar bin K. Sulaiman, khatib di masjid Sulthan di kota itu. ibunya adalah putrid H. Ibrahim, seorang penghulu. Darwis pada tahun 1888 berangkat haji dan menetap di sana selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama dan pada tahun 1902, ia pulang , ia berganti nama menjadi haji Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903 ia kembali lagi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama selama 3 tahun. Kali ini ia belajar kepada syekh Minangkabau. Disamping itu,  ia tertarik kepada pemikiran Ibn Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghni, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. Secara umum, ide-ide pembaruan Dahlan dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu: pertama, berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khufarat, tahayyul, dan bid’ah. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jarring pemikiran tradisional. Ide-ide Ahmad Dahlan bertambah dan berkembang terus-menerus, ide-idenya ini disalurkan lewat karya hidupnya yang terbesar yaitu Perserikatan Muhammadiyah.[1]
Dari buku yang telah ditulis bapak Siswnto kita bisa melihat bahwa K. Ahmad Dahlan adalah anak dari tokoh agama sehingga menjadikan ia pula sebagai seorang  yang ahli dalam agama. Sejak masih kecil orang tuanya sudah membimbingnya dan mengajarkan ilmu agama sebelum ia di suruh untuk haji dan belajar ilmu agama ke Mekkah. K. Ahmad Dahlan belajar di Mekkah selama 8 tahun, ia awalnya belajar selama lima tahun lalu pulang setelah itu ia kembali lagi belajar untuk memperdalam ilmu agamanya selama 3 tahun. Pemikiran Ahmad Dahlan bila kita lihat Karena pengaruh pendidikannya di Mekkah yaitu lebih condong kepada pemahaman wahabi. Untuk melengkapi bografi K. Ahmad Dahlan saya akan berikan beberapa kutipan dari beberapa buku lain di bawah ini dan sekaligus sepabai penguat dari pendapat saya.
Semanjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai purta kiyai.Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan kitab-kitab agama.Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Di antaranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfud dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadits), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at al-Qur’an). Serta beberapa guru lainnya. Dalam usia relative muda ia sudah bisa menguasai beberapa disiplin ilmu keislaman.[2]
Setelah menuntut ilmu kepada beberapa ulama yang ada di Indonesia, ia pergi ke Mekkah untuk berhaji dan sekaligus menuntut ilmu selama lima tahun pada tahun 1888. Dan pada tahun 1903, ia kembali lagi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan menetap selama tiga tahun.[3]
Pada kunjungan yang kedua kalinyaia banyak bertemu dan melkukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaruan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauzyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin al-Afghani, Muhmmad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan Dahlan tentang universitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada al-Qur’an dan sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan ketika itu.[4]
Dalam memperkaya ide pembaruannya, pada kunjungannya tersebut Dahlan menyempatkan diri bertemu dan berdiskusi  dengan Rasyid Ridha. Bias dari kontak intelektual ini dapat dilihat dari dinamika intelektualnya. Bias tersebut antara lain ; Pertama, manjadikan pemahaman tentang ajaran Islam semakin mendalam dan komprehensif. Kedua, kecenderungan yang hanyamempelajari kitab-kitab para ulama mulai bergeser kearah pencarian dan penelaahan secara mendalam langsung dari sumber aslinya, al-Qur’an dan Sunnah. Ketiga, bangkitnya semangat untuk memurnikan kembali ajaran dan pemahaman umat terhadap ajaran Islam, sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.[5]
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun  1912. Muhammadiyah didirikan disurau  milik K.H. Ahmad Dahlan. Surau itu biasa disebut Langgar Kidul. Langgar yang terdiri atas dua lantai itu merupakan saksi bisu pembaruan dalam Islam, yaitu perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dalam mengembalikan kemurnian ajaran Islam seperti membahas bid’ah, labihan, larung sesaji dan bentuk-bentuk upacara lain. Juga mengubah shaf (barisan) shalat antara Yogyakarta dengan Mekkah yakni arah barat lebih condong kearah utara sebesar 22 derajat. Dari ini pulalah ajaran Muhammadiyah lahir.[6]
Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah berrujuan untuk mengadakan pembaruan dalam cara berfikir dan beramal sesuai dengan tuntutan agama Islam dengan berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah. Kepeloporan pembaruannya tampak jelas dalam bidang pendidikan, dakwah Islam dan kesejahteraan masyarakat. Karena kesibukannya dalam berdakwah menjadikan Dahlan jatuh sakit, dan tetap berdakwah walaupun dalam kondisi sakit. K.H. Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 di usia 55 tahun, pada usia yang masih produktif, setelah berhasil membangun landasan yang kokoh bagi perjuangan masa depan umat Islam.[7]

2.      Pemikiarn Tentang Pendidikan
Menurut Ahmad Dahlan, upaya strategi untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berfikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya diletakkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam memetakan dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi peningkatan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits, mengarahkan umat pada pemahaman Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalaui pendidikan.
Ahmad Dahlan telah mencoba menggugat praktek pendidikan Islam pada masanya.pada waktu itu, pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat. menurut Ahmad Dahlan pendidikan Islam seharusnya diarahkan kepada pembentukan manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Adapun materi pendidikannya adalah pengajaran al-Qur’an dan al-Hadits, membaca, menulis,  berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Secara praktis pandangan Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan yang dilaksanakan Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem gubernemen, disamping  juga dalam waktu singkat juga mendirikan sekolah yang lebih bersifat agama.[8]
Tidak seperti tokoh nasional lain pada masanya yang lebih memperhatikan persoalan politik dan ekonomi, Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya pada dunia pendidikan. Pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan yang terealisasi dengan berdirinya sekolah Muhammadiyah dan berkembangnya sekolah tersebut bisa kita katakan berhasil. Bila kita perhatikan upaya Ahmad Dahlan dalam pembaruan pendidikan seperti halnya upaya Muhammad Abduh yaitu menyatukan dualisme sistem pendidikan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Adi Nogroho bahwa pendidikan di Indonesia pada waktu itu terpecah menjadi dua. Yaitu, pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajarang yang berhubungan dengan agama dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajarang yang berhubungan dengan agama saja. Cita-cita pendidikan yang digagas K.H. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia baru yang mampu tampail sebagai “ulama intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, dahlan melakukan dua tindakan sekaligus, yaitu memberi pelajaran agama disekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan.[9]
Toto suharto juga menjelaskan bahwa di dalam Muhammadiyah, pendidikan agama dan pendidikan umum dipadukan sedemikian rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah. Selain kitab-kitab klasik berbahasa Arab, kitab-kitab kontemporer berbahasa Arab juga dipelajari dilembaga Muhammadiyah, yang dipadukan dengan pendidikan umum. Muhammadiyah dengan model ini telah menggunakan sistem klasikal model Barat, yang meninggalkan metode weton dan sorogan dalam sistem tradisional. Dengan sistem pendidikan seperti itu, Muhammadiyah telah mengenal rencana pelajaran yang teratur dan integral sehinga hasil belajar lebih dapat dievaluasi. Hubungan guru dan murid dilembaga pendidikan Muhammadiyah kiranya lebih akrab, bebas, dan demokratis, yang berbeda dengan pendidikan trasdisional yang mengesankan guru bersikap otoriter dengan keilmuannya.[10]
Pendidikan lembaga Muhammadiyah dengan model pendidikan seperti itu merupakan kepedulian pertama Ahmad Dahlan dalam mengimbangi dan menandingi sekolah Pemerintah Belanda. Dia merasa terkesan dengan kerja misionaris Kristen yang mendirikan sekolah dengan fasilitas yang kengkap. Dengan mencontoh ini, Dahlan telah menciptakan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib. Ilmu bahasa dan ilmu pasti disampaikan dalam Muhammadiyah sebagai mata pelajaran yang mengimbangi mata pelajaran agama (akidah, al-Qur’an, Tarikh, dan akhlak). Dengan ini, sistem Muhammadiyah merupakan dimensi Islam yang kuat, tetapi dalam bentuk yang berbeda dengan sistem tradisional. Dari sini dapat dikatakan bahwa Dahlan telah berhasil melakukan modernisasi sekolah keagamaan tradisional.[11]
Sesungguhnya Dahlan mencoba menguatkan pratek pendidikan Islam pada masanya. Pada waktu itu, pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu maupun soSial yang telah menjadi baku dalam masyarakat. Pendidikan tidak memberikan kebebasan peserta didik untuk berkreasidan mengambil prakarsa.Kondisi yang demikian menyebabkan pelaksanan pendidikan berjalan searah dan tidak bersifat dialogis. Padahal menurut Dahlan, pengembanga daya kritis, sikap dialogis, menghargai potensi akal dan hati yang suci, merupakan cara setrategis bagi peserta didik mencapai pengetahuan tertiggi. Dari batasan ini terlihat bahwa Dahlan ingin meletakan visi dasar reformasi pendikan islam melalui penggabungan sistem pendidikan modern dan sistempendidikan tradisional secara harmonis dan integral.[12]
Berpijak pada pandangan di atas, sesungguhnya Dahlan menginginkan persoalan pendidikan Islam secara modern dan profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu, pendidikan Islam perlu membuka diri, inovatif, dan progresif.[13]Tanpa mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia.[14]

      B.     Analisis
Setelah saya membaca dan membandingkan dengan beberapa buku  yang saya jadikan referensi dalam mereview buku ini, dari pembahasan tentang Ahmad Dahlan baik pembahasan tentang biografi dan pemikiran pendidikannya kami menemukan ada beberapa kelebihan dan kelemahan yang mennurut kami kelemahannya yaitu terletak pada kurang sempurnanya pembahasan yang seharusnya dibahas.
Kelebihan dari pembahasan ini menurut saya pembahasannya sudah bagus. Penulis sudah menjelaskan secara singkat gambaran bagaimana Ahmad Dahlan selain itu penulis juga sudah menjelaskan dengan baik pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan. Dengan hal ini menurut saya buku ini sudah bisa dijadikan pegangan unruk pembelajaran filsafat pendidikan Islam dan baik untuk dijadikan referensi pada penulisan karya ilmiyah.
Sedangkan kelemahan pada pembahasan ini seperti yang sudah saya jelaskan di atas bahwa kelemahannya hanya terletak pada kurang sempurnanya pembahasan yang menurut saya itu perlu untuk dibahas. Di antara beberapa pembahasan yang menurut saya perlu untuk dibahas yaitu pada pembahasan biografi Ahmad Dahlan tentang proses pendidikan yang dilalui Ahmad Dahlan di Indonesia sebelum ia pergi ke Mekkah. Selain itu pada pebahasan tentang pemikiran pendidikannya yaitu penulis tidak menjelaskan bagaimana Usaha Ahmad Dahlan dalam menyatukan dualisme sistem pendidikan yang ada waktu itu yaitu pendidikan Belanda yang sekuler dan pendidikan pondok pesantren yang hanya bersifat keagamaan.

       C.    Kesimpulan
Ahmad Dahlan , tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah, dilahirkan pada tahun 1868 sebagai amak dari salah satu dari 12 khatib masjid Agung Yogyakarta. Sumberlain menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang KH. Abu Bakar bin K. Sulaiman, khatib di masjid Sulthan di kota itu. ibunya adalah putrid H. Ibrahim, seorang penghulu.
Ahmad Dahlan telah mencoba menggugat praktek pendidikan Islam pada masanya. pada waktu itu, pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat. menurut Ahmad Dahlan pendidikan Islam seharusnya diarahkan kepada pembentukan manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

   

      D.    Daftar Pustaka
Bisri,Hasan. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung: CV Pustaka Setia, 2009.
Darwis, Djamaluddin. Dinamika Pendidikan Islam, Sejarah, Ragam, dan Kelembagaan. Semarang: RaSAIL, 2006.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Nugroho, Adi. Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Arruz Media Group, 2010.
Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.
Siswanto. Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam. Surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama, 2014.
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.


[1]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam (Surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama, 2014), hlm. 184-186.
[2]Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 100-101.
[3]Hasan Bisri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 234.
[4]Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 328.
[5]Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 103.
[6]Adi Nugroho, Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan (Yogyakarta: Arruz Media Group, 2010), hlm.
[7]Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, Sejarah, Ragam, dan Kelembagaan (Semarang: RaSAIL, 2006), hlm. 41.
[8]Siswanto, Filsafat, hlm. 186-188.
[9]Nugroho, Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan, hlm. 137.
[10]Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 253.
[11]Ibid., hlm. 254.
[12]Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, him. 107.        
[13]Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, him. 108.
[14]Ibid., hlm. 109.
---
Tag : pendidikan
0 Komentar untuk "Review Pemikiran Ahmad Dahlan dalam Pendidikan Islam"

Back To Top