Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Madura dalam bentuk media online yang memuat: Madura Zone, Artikel, Pendidikan, Budaya, Pariwisata, Kuliner, Berita, Dan lain-lain. Selamat berkunjung di blog kami!!!

Pengertian Masyarakat, Masyarakat Setempat, Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota, Hubungan, Bentuk Deviasi Masyarakat

---
---
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyak alasan penting membicarakan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Selain belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku, juga kalaupun dikaitkan dengan pembangunan yang orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan, maka pedesaan memilki arti tersendiri dalam kajian struktrur sosial atau kehidupannya. Dalam keadaan desa yang “sebenarnya”, desa masih diangggap sebagai standart dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat-istiadat, kehidupan moral susila, dan lain-lain.        
Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul dengan rukun, tenang, selaras dan “akur”. Akan tetapi justru dengan berdekatan, mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan sehari-hari, hal tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan antara kaum muda dan tua serta antara pria dan wanita. Bayangan bahwa desa tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya, tetapi yang nampak justru bekerja keraslah yang merupakan syarat pokok dapat hidup di desa. Hal ini erat masalahnya dengan istilah terbelakang yang selalu tampak di pedesaan, sehingga perbaikan kehidupannya perlu dikembangkan melalui perangsang seperti kredit, Banpres, Inpres, Bimas, Inmas dan sebagainya. Demikian pula dalam konteks pembangunan desa (pertanian), semula orang beranggapan bahwa masyarakat pertanian mengalami involusi pertanian yang berjalan dalam proses pemiskinan, dan apapun tehnologi dan kelembagaan modern yang masuk ke pedesaan, akan sia-sia. Pernyataan-pernyataan sumbang ini justru merangsang para peneliti atau penentu kebijaksanaan dalam pembangunan masyarakat desa. Adannya kontroversi kesan atau pendapat ini mungkin lebih tepat bila dihubungkan dengan berbagai gejala sosial seperti konsep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian masyarakat itu?
2.         Bagaimanakah masyarakat setempat itu?
3.         Bagaimanakah tipe-tipe masyarakat setempat?
4.         Bagaimanakah karakteristik masyarakat desa dan kota?
5.         Bagaimanakah perbedaan antara masyarakat desa dan kota?
6.         Bagaiamanakah hubungan antara masyarakat desa dan kota?
7.         Bagaimanakah karakteristik masyarakat yang berasal dari deviasi masyarakat desa dan kota?
C.    Tujuan dan Manfaat
1.       Untuk mengetahui pengertian masyarakat.
2.       Untuk mengetahui masyarakat setempat.
3.       Untuk mengetahui tipe-tipe masyarakat setempat
4.       Untuk mengetahui  karakteristik masyarakat desa dan kota.
5.       Untuk mengetahui perbedaan antara masyarakat desa dan kota.
6.       Untuk mengetahui hubungan antara masyarakat desa dan kota
7.         Untuk mengetahui karakteristik masyarakat yang berasal dari deviasi masyarakat desa dan kota.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Masyarakat
Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk masyarakat. Manusia selalu hidup bersama dan berada di antara manusia lainnya. Dalam bentuk kongretnya, manusia bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Keadaan ini terjadi karena dalam diri manusia [1]terdapat dorongan untuk hidup bermasyarakat di samping dorongan keakuan.
Sebelum kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat, baiklah kita tinjau dulu definisi tentang masyarakat. Mengenai arti masyarakat, baiklah di sini kita kemukakan mengenai definisi masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya:
1.         R. Linton: seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam satu-kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2.         Hasan Shadly M.A. dalam bukunya yang berjudul ”Sosiologi untuk masyarakat Indonesia” memberikan pengertian sebagai  berikut: golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan sendirinya bertalian denagn golongan dan mempunyai pengaruh satu sama lain.
3.         Prof. M.M. Djojodigoena S.H: masyarakat mempunyai arti ialah arti sempit dan luas. Arti sempit masyarakat ialah yang terdiri dari satu golongan saja misal masyarakat India, Arab dann China. Arti luas masyarakat ialaha kebulatan dari semua perhubungan yang mungkin dalam masyarakat, jadi meliputi semua golongan, misal msyarakat Surabaya, terdiri dari masyarakat Hindia, Arab, China dan Pelajar.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat ialah pengumpulan manusia yang banyak yang bersatu dengan cara tertentu oleh karena adanya hasrat-hasrat kemasyarakat yang sama atau bersama.

B.     Masyarakat Setempat
1.         Arti Masyarakat Setempat
Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakata setempat”, istilah mana menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Apabila anggota-anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat. Sebagai suatu perumpamaan, kebutuhan seseorang tidak mungkin secara keseluruhan terpenuhi apabila dia hidup bersama-sama rekan lainnya yang sesuku. Dengan demikian, kriteria utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya social relationships antara anggota suatu kelompok. Dengan mengambil pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat mununjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayah.[2] Dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar-dasar daripada masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan masyarakat setempat[3] tersebut.
Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal (wilayah) tertentu. Walaupun sekelompok manusia merupakan masyarakat pengembara akan tetapi pada saat-saat tertentu anggota-anggotanya pasti berkumpul pada suatu tempat tertentu, misalnyan bila mengadakan upacara-upacara tradisional. Masyarakat-masyarakat setempat yang mempuyai tempat tinggal tetap dan permanent, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Memang dalam masyarakat modern, karena perkembangan tekhnologi alat-alat perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak berkurang, akan tetapi sebaliknya hal itu bahkan memperluas wilayah pengaruh masyarakat setempat yang bersangkutan. Secara garis besar masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Sebagai contoh, betapapun kuatnya pengaruh luar misalnya dibidang pertanian mengenai soal cara-cara penanaman yang lebih efisien, penggunaan pupuk dan sebagainya, akan tetapi masyarakat desa masih tetap mempertahankan tradisi yaitu ada hubungan yang erat dengan tanah, karena tanah itulah yang memberikan kehidupan kepadanya. Akan tetapi tempat tinggal tertentu saja, walaupun merupakan suatu dasar pokok, tidak cukup untuk membentuk masyarakat setempat. Di samping itu harus ada suatu prasaan diantara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa tanah ynag mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Prasaan demikian, yang pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti (commonity sentiment)
Unsur-unsur perasaan komuniti (commmonity sentiment) antara lain: [4]
a.         Perasaan: unsur seperasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai “kelompok kami”, “perasaan kami” dan lain sebagainya. Perasaan demikian terutama timbul apabila orang-orang tersebut mempunyai kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Unsur seperasaan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupan dengan “altruism”, yang lebih menekankan pada perasaan solider dengan orang lain. Pada unsur seperasaan kepentingan si individu diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan kelompok, sehingga dia merasakan kelompoknya sebagai struktur sosial masyarakatnya.
b.         Sepenanggungan: setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan, sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri.
c.         Saling memerlukan: individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya terghantung pada ”komuniti” nya yang meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan-kebutuhan psikologis. Kelompok yang tertgabung dalam masyarakat setempat tadi, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang, misalnya atas makanan dan perumahan. Secara psikologis, individu akan mencari perlindungan pada sekelompoknya apabila dia berada dalam ketakutan, dan lain sebagainya. Perwujudan yang nyata dari individu terhadap kelompoknya (masyarakat setempat) adalah berbagai kebiasaan masyarakat, perilaku-perilaku tertentu yang secara has merupakan ciri masyarakat itu. Contoh yang mungkin dapat memberikan penjelasan lebih terang adalah aneka macam logat bahasa masyarakat setempat.
Melalui logat bahasa yang has dapat diketahui darimana asal seseorang. Walaupun perkembangan komunikasi agak mengurangi fungsi ciri tersebut, akan tetapi setiap masyarakat setempat, baik yang berupa desa maupun kota, pasti memiliki logat bahasa tersendiri. Kecuali itu, masing-masing masyarakat setempat mempunyai juga cerita-cerita rakyat dengan fariasi tersendiri. Orang lampung percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari segalaberak dan bernama si raja lampung: akan tetapi masyarakat-masyarakat setempat mempunyai versi tersendiri mengenai sejarah nenek moyangnya. Demikian pula misalnya cerita nyai loro kidul, mempunyai bermacam-macam versi sesuai dengan daerah dimana cerita tadi berkembang.
2.         Tipe-tipe Masyarakat Setempat
Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan 4 kriteria yang paling berpautan, yaitu:[5]
a.    Jumlah penduduk,
b.    Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
c.    Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat, dan
d.   Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
Kriteria tersebut diatas, dapat digunakan untuk membedakan antara bermacam-macam jenis masyarakat setempat yang sederhana dan modern, serta antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Masyarakat yang sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks, terlihat kecil, organisasinya sederhana, sedangkan penduduknya tersebar. Kecilnya masyarakat dan belum berkembangnya mesyarakat-masyarakat tadi, disebabkan karena perkembangan tehnologinya yang lambat. Pengangkutan dan perkembangan tehnologinya yang lambat. Pengangkutan dan hubungan yang lambat, memperkecil ruang lingkup hubungan dengan masyarakat lain. Tehnik berburu serta mengerjakan tanah yang sederhana, memperkecil kemungkinan ekspploitasi. Kepadatan penduduk sangat tipis dan berpindah-pindahnya masyarakat menyebabkan mereka mendiami wilayah yang relatif sangat luas, walaupun tehnik komunikasi masih bersahaja. Pengaruh tempat kediaman yang sangat besar, paling banyak seseorang pindah kemasyarakat setempat yang berlainan melalui ikatan perkawinan. Sosialisasi individu lebih mudah, karena hubungan yang erat antara warga masayarakat setempat yang masih sederhana. Kesetiaan dan pengabdian t8erhadap kelompok sangat kuat, karena hidupnya tergantung dari kelompok. Bahkan mereka merasa masih ada ikatan keluarga, sehingga seringkali dijumpai larangan untuk kawin dengan anggota-anggota masyarakat  setempat yang sama. Dengan adanya pengaruh-pengaruh yang datang dari luar, masyarakat setempat yang masih sederhana tadi mulai mengenal hukum, ilmu pengetahuan, sistem pendidikan modern dan lain-lain. Lembaga-lembaga kemasyarakatan baru timbul, sehingga lama-kelamaan dikenal pembagian kerja yang tegas. Semula organisasi lembaga-lembaga kemasyarakatan sangat sederhana dan tradisioanal, sehingga agak mudah untuk mempelajarinya karena pola-polanya yang tetap atau paling banyak hanya sedikit mengalami perubahan. Masyarakat yang sederhana tersebut merupakan suatu unit yang fungsional, dalam batas-batas tertentu belum mengenal spesialisasi dan kelompok ini diangggap sebagai suatu kelompok primer

C.    Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota
1.      Masyarakat Desa
Masyarakat desa adalah sekelempok orang yang hidup bersama bekerjasama dan berhubungan erat secara tahan lama dengan sifat-sifat yang hampir seragam (homogen). Ditinjau dari gantung dan terikat pada tanah (earth bound), mereka mendiami wilayah tertentu di mana pertanian menjadi pusat dan dasar utama kehidupannya.[6] Istilah “masyarakat desa” dan “desa” sering dugunakan secara saling dipertukarkan, meskipun masing-masing mempunyai penekanan arti yang berbeda.
Menurut Bintaro,[7] desa bisa menunjukkan arti yang berdasarkan sudut pandang yang dipakai. Berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda ini, maka batasan “Desa” bisa berbeda-beda. Salah satu batasan yang diberikan adalah hasil perpaduan kegiatan kelompok manusia dengan lingkungannya berupa suatu ujud atau kenampakan yang berunsur sosial-ekonomi-politik-fisik yang saling berinteraksi. Ujud itu pada pokoknya berupa wilayah tempat tinggal, terletak bukan dipusat perdagangan, dan terutama terdiri dari usaha pertanian dan bangunan yang bertalian dengannya. Desa dalam arti itu memiliki 3 unsur-unsurnya,[8] yaitu:
a.         Daerah dan Letak: tanah, kesuburan dan luasnya serta penggunaannya, lokasi dan batas yang merupakan lingkungan geografis.
b.         Penduduk, meliputi jumlah, struktur umur, struktur mata pencaharian, yang sebagian besar bertani, serta pertumbuhannya.
c.         Tata Kehidupan: meliputi corak atau pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan warga desa.
Ketiga unsur dari desa tersebut tidaok lepas satu sama lain, melainkan merupakan satu kesatuan. Terkadang,  “Desa” dipakai untuk lebih menunjukkan unsur pertama dan ke dua, terkadang pula secara lengkap. Demikian masih ada batasan yang lain, misalnya dalam artian administratif dan lain-lain.
Untuk lebih mengongkretkan deskripsi tentang “Masyarakat Desa” seperti tersebut di atas, maka akan dicoba dirumuskan kembali sekaligus dicarikan ciri-ciri pokok di bidang sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat desa, sebagai berikut.[9]
            Ciri-ciri Sosial:
a.       Rasa persatuan yang lebih erat dan hubungan yang lebih akrab di antara warga satu komunitas daripada hubungan mereka dengan warga masyarakat lain di luar batas wilayahnya.
b.      Sistem kehidupan berkelompok, atas dasar sistem kekeluargaan, maka ada keseragaman (homogenitas) penduduk berdasarkan darah keturunan.
c.       Dari sudut permasalahannya, hubungan antara penguasa dengan rakyatnya berlangsung secara informal, atas dasar musyawarah. Seorang pemimpin sering mempunyai beberapa kedudukan dan peranan macam-macam yang tumpang tindih, tidak ada pembagian bidang yang jelas.
d.      Kontrol atau pengendalian sosial atas perilaku warga sangat ketat sehingga relatif sulit terjadi perubahan-perubahan. Dengan demikian terjadi homogenitas dalam perilaku dan cara-cara berpikir.
e.       Mobilitas sosial horizontal maupun vertikal masih jarang.

Ciri-ciri Ekonomi:
a.         Keseragaman (homogenitas) dalam mata pencaharian pokok untuk sebagian besar anggota komunitas, yaitu dibidang pertanian yang masih sederhana teknologinya. Maka biasanya pertanian semata-mata ditujukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga sendiri (subsistance farming). Pekerjaan lain non-agraris sekedar sebagai sambilan, atau menampung sebagian kecil warga masyarakat. Dengan perkataan lain, belum berkembang diferensiasi ekonomi, yaitu pembagian kerja berdasarkan keahlian. Pembagian kerja yang ada biasanya didasarkan atas usia, kemampuan fisik, dan jenis kelamin, tapi masih dalam batas-batas pekerjaan pertanian dan rumah tangga. 
b.         Kesadaran akan uang masih sedikit, sistem perkreditan masih kurang dipahami. Tukar-menukar masih bersifat barter.
c.         Struktur ekonomi desa terisolasi dari lingkungan ekonomi di sekitarnya karena kurangnya prasarana transportasi dan komunikasi, sehingga    merupakan kehidupan swasembada yang sempit dan miskin.
Ciri-ciri Budaya
a.       Adanya semangat gotong royong, yang berintikan kesadaran bahwa hidup seseorang tergantung pada orang lain, maka perlu selalu bersedia untuk membantu, dan penting menjaga hubungan baik dengan sesama dengan cara penyesuaian diri dan seragam (conform).[10] Semangat yang akhirnya melembaga ini timbul karena hidup komunitas sangat terikat pada tanah, yang digarap secara ektensif dengan tehnologi sederhana yang padat tenaga, sehingga sangat tergantung pada tolong-menolong dengan warga yang lain.
b.      Keterikatan pada adat kebiasaan relatif ketat karena peran golongan orang-orang tua/ sesepuh setempat yang menonjol. Dan biasanya golongan orang-orang tua ini justru mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi. Dengan demikian lalu terjadi keseragaman dalam bidang kebudayaan.

2.      Masyarakat Kota
Masyarakat kota adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada suatu wilayah tertentu yang biasanya menjadi pusat politik atau pemerintahan dan atau industry, perdagangan, kebudayaan, dengan memperlihatkan sifat atau ciri-ciri corak pergaulan dan tata kehidupan yang berbeda dengan masyarakat desa.[11]ii
Adapun cirri-ciri tersebut adalah:
Ciri-ciri Sosial:
a.       Hubungan yang relative lebih bersifat impersonal, karena jaringan sosial yang kian kompleks.
b.      Penduduk lebih bersifat heterogen dilihat dari segi daerah keturunan dan latar belakang sosial budayanya.
c.       Hubungan antara penguasa dengan rakyatnya lebih bersifat formal, ada pembagian tugas dan wewenang.
d.      Kontrol atau pengendalian sosial atas perilaku warga masyarakat relatif longgar, orang kian bebas dalam menentukan cara hidupnya.
e.       Mobilitas sosial, gerak perubahan, baik horizontal, misalnya pindah tempat dan pekerjaan, maupun vertikal, yaitu menjadi lebih baik posisi sosial ekonomi, lebih sering dan gampang terjadi.
Ciri-ciri Ekonomi:
a.    Heterogenitas dalam mata pencaharian, yang berarti telah berkembang" diferensi, diversifikasi,  dan spesialisasi. Pembagian kerja itu berdasarkan keahlian.
b.    Tukar-menukar dengan uang, pusat perdagangan, dan pusat pasar uang.
c.    Kesadaran akan nilai uang kian tumbuh. Orang menjadi lebih rasional dalam mempertimbangkan hasil dan korban, termasuk waktu.
Ciri-ciri Budaya:
a.    Orang harus bisa mandiri, tanpa sangat tergantung pada orang lain. Individualitas lalu berkembang.
b.  Cara berpikir yang lebih rasional, menyebabkan bahwa interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan, dan bukan faktor pribadi.
c.   Perkembangan dan perubahan sosial lebih sering terjadi, karena orang kota pada umumnya lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru, termasuk dari luar masyarakat.
Pengertian tentang “Kota” juga bermacam-macam seperti halnya tentang “Desa” tergantung dari sudut pandang yang dipakai. Dipandang dari sudut fungsi dan watak, maka kota adalah pusat perekonomian, konsumen dan produsen, sebagai pusat pemerintahan/ politik dan sebagainya.
Ditinjau dari sudut ekonomi, maka kota adalah tempat tinggal penduduk yang terutama hidup dari industri dan perdagangan, bukan dari pertanian.[12]
Pengarang lain[13] merumuskan definisi kota sebagai pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang kedudukan sosialnya heterogen.
Seperti halnya dengan istilah “Masyarakat Desa” dan “Desa”, demikian pula istilah “Masyarakat Kota” dengan “Kota” sering dipakai secara campur aduk, meskipun sebetulnya bisa mempunyai konotasi berbeda menurut aspek mana yang ditekankan, yaitu apakah wilayah dan letaknya, penduduk ataukah kehidupan dan tata pergaulannya.
D.                 Perbedaan Masyarakat Desa dengan Masyarakat Kota
                        Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.         Sederhana
2.         Mudah curiga
3.         Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.         Mempunyai sifat kekeluargaan
5.         Lugas atau berbicara apa adanya
6.         Tertutup dalam hal keuangan mereka
7.         Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.         Menghargai orang lain
9.         Demokratis dan religius
10.     Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2.  Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
3. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
4. jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5. interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.

E.     Hubungan Antara Masyarakat Desa dan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang¬bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, montir¬montir, elektronika dan alat transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.
Dalam kenyataannya hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud karena adanya beberapa pembatas. Jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di pedesaan. Padahal, luas lahan pertanian sulit bertambah, terutama di daerah yang sudah lama berkembang seperti pulau Jawa. Peningkatan hasil pertanian hanya dapat diusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini. Akan tetapi, pertambahan hasil pangan yang diperoleh melalui upaya intensifikasi ini, tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga pada suatu saat hasil pertanian suatu daerah pedesaan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saja, tidak kelebihan yang dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam ini, kotaterpaksa memenuhi kebutuhan pangannya dari daerah lain, bahkan kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar negeri. Peningkatan jumlah penduduk tanpa diimbangi
dengan perluasan kesempatan kerja ini pada akhirnya berakibat bahwa di pedesaan terdapat banyak orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka ini merupakan kelompok pengangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun setengah pengangguran.

F.     Bentuk Deviasi Masyarakat Desa dan Kota
Dalam kehidupan masyarakat muncul dan berkembang suatu karakteristik, nilai dan norma yang diyakini dan dianut oleh masyarakat tersbut yang mengatur dan membatasi perilaku individu. Namun tidak jarang dalam kehidupan masyarakat tersbut terjadilah penyimpangan dan perbedaan dalam berperilaku.
Kartini Kartono (2007:11) mengartikan deviasi atau penyimpangan merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi. Dalam Kamus Besar Indonesia, perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial hakikatnya merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Sejalan dengan pendapat diatas Hendropuspito (1989) mengartikan deviasi ialah Suatu tindakan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok diluar, melawan kaidah sosial yang berlaku di masyarakat.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa deviasi atau perilaku menyimpang adalah perilaku yang dilakukan individu yang bertentangan/menyimpang dari ciri karakteristik masyarakat kebanyakan dan norma/nilai yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
1.      Perilaku Penyimpangan di Desa
a.    Masih statisnya pemikiran mereka untuk berkembang.
b.   Perkawinan dibawah umur.
c.    Masih kentalnya kepercayaan terhadap mitos-mitos yang berkembang.
d.   Penyelesaian masalah yang lebih cenderung diselesaikan dengan cara kekerasan.
2.      Perilaku Penyimpangan di Kota
a.    Banyaknya kriminalitas yang sudah dimulai dari masyarakat dengan tingkat sosial yang masih rendah sampai pada tingkat sosial yang  tinggi.
b.   Banyaknya pemberontakan remaja.
c.    Deviasi-deviasi seksual pra-nikah dan homo seksual.
d.   Kenakalan remaja di kota.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari uraian di atas sedikit banyak kita dapat memperoleh gambaran tentang kompleksitas daripada masyarakat pedesaan di lain pihak. Walaupun sebenarnya tidaklah perlu membedakan kondisi geografis maupun phisik, antara perkotaan dengan pedesaan, tetapi kiranya sangat perlu untuk mengetahui ciri-ciri karakteristik antara ke duanya sebab dengan mengetahui ciri-ciri antara masyarakat kota dengan masyarakat desa, kita dapat mengetahui masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Demikian selanjutnya kita dapat memberi masukan untuk membantu memecahkan masalah sosial baik untuk masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan.
Di satu pihak kota merupakan pusat jaringan kegiatan sosial politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan komunikasi, sehingga kota menjadi semakin berkembang, semakin besar, dan semakin ramai. Tetapi di lain pihak pada masyarakat kota terdapat setumpuk masalah sosial yang harus dipikirkan pemecahannya. Misalnya: masalah perumahan, pengangguran, kebersihan lingkungan, narkotika, korupsi dan manipulasi, gelandangan dan lain sebagainya.
Sedangkan pada masyarakat pedesaan di satu pihak mempunyai kelebihan yaitu hidup yang penuh gotong royong antara satu dengan yang lain, namun di lain pihak banyak masalah sosial yang harus dipikirkan pemecahannya. Masalah yang dimaksud misalnya: terbatasnya sarana hiburan, sarana pendidikan, transportasi dan komunikasi, hidup menoton karena tidak mempunyai keterampilan lain, terbatasnya area tanah pertanian, dan pengangguran. Sudah barang tentu masalah-masalah sosial tersebut di atas merupakan tanggung jawab kita semua sebagai ilmuan, sebagai pemuka masyarakat, sebagai generasi penerus dan sebagai warga negara.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu untuk menambah wawasan keilmuan pembaca, kami menghimbau agar jangan hanya terpaku kepada makalah ini. Sebaiknya pembaca mencari refrensi yang lain untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam makalah ini serta untuk menambah keilmuan dan wawasan pembaca.



[1] Mawardi, Noer Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (IAD-ISD-IBD), (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2009) hlm 217
[2] Selo Soemarjan: Sosial Changes in Yogyakarta, cetakan pertama, 1962, Cornel University Press, Ithaca, Newyork, halaman XX
[3] R.M. Mac Iver dan Charles H. Page, op. Cit., halaman 9 dan seterusnya.
[4] R.M. Mac Iver and Charles H. Page, op. Cit., halaman 293
[5] Kingsley Davis, op. Cit., halaman 313
[6] Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 146.
[7] Bintaro, Interaksi Desa-Kota, Ghalia Indonesia, Jakarta, cetakan I, 1983, hlm. 11-12
[8] Bintaro, op.cit., hlm. 15.
[9] Cf. Misalnya, Astrid S. Susanto, Sosiologi dan Perubahan Sosial, penerbit Bina Cipta, Jakarta, cetakan V, 1985, hlm. 47. Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 146-147. Bruce J. Cohen, Sosiologi (terjemahan: Lahat Simamora), PT. Bina Aksara, Jakarta, cetakan I, 1983, hlm. 315-316;328-329
[10] Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia. Penerbit Bhratara, Jakarta, 1969, hlm. 35.
[11] SOERJONO Soekanto, op.cit.,hlm.148-150.
[12] Max Waber, The City, The Free Press, New York, 1958, hlm.65-69.
[13] Wirth Louis, On Cities and Social Llife, Chicago 


---
Tag : pendidikan
0 Komentar untuk "Pengertian Masyarakat, Masyarakat Setempat, Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota, Hubungan, Bentuk Deviasi Masyarakat"

Back To Top