Muhammadiyah merupakan
organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU. Pendidikan telah
menjadi “trade-merk” gerakan Muhammadiyah, besarnya jumlah lembaga
pendidikan merupakan bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses
pemberdayaan umat Islam dan pencerdasan bangsa. Dalam konteks ini
Muhammadiyah tidak hanya berhasil mengentaskan bangsa Indonesia dan umat islam
dari kebodohan dan penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan
sistem pendidikan “modern” yang telah terjaga identitas dan
kelangsungannya.
Diskusi
tentang pendidikan Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan
islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah
satu tokoh pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah K.H. Ahmad
Dahlan.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang
pahlawan nasional yang banyak memberikan konstribusi pada dunia pendidikan
Islam di Indonesia ini. Ia seorang da’i sekaligus organisatoris Islam yang
mampu mewujudkan suatu sistem lembaga Islam yang terpadu yang hasilnya kini
dikembangkan terus oleh para generasinya.
Nama Ahmad Dahlan bukanlah nama yang
asing dalam dunia pendidikan, ia lebih banyak dikenal orang sebagai pendakwah
atau pembaharu sosial budaya di Indonesia. Namun satu hal yang tidak dapat
dipungkiri, ia telah memberikan nilai-nilai yang berharga pada pendidikan Islam
agar dapat selangkah lebih maju dengan orang-orang Eropa, contohnya dengan
lahirnya lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sampai saat ini tetap exist dan
qualified.
A. Pembahasan
1. Sketsa Biografi Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan
, tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah, dilahirkan pada tahun 1868 sebagai
amak dari salah satu dari 12 khatib masjid Agung Yogyakarta. Sumberlain
menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan
nama Muhammad Darwis, anak dari seorang KH. Abu Bakar bin K. Sulaiman, khatib
di masjid Sulthan di kota itu. ibunya adalah putrid H. Ibrahim, seorang
penghulu. Darwis pada tahun 1888 berangkat haji dan menetap di sana selama 5
tahun untuk menuntut ilmu agama dan pada tahun 1902, ia pulang , ia berganti
nama menjadi haji Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903 ia kembali lagi ke Mekkah untuk
memperdalam ilmu agama selama 3 tahun. Kali ini ia belajar kepada syekh
Minangkabau. Disamping itu, ia tertarik
kepada pemikiran Ibn Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghni, Muhammad Abduh, dan
Muhammad Rasyid Ridha. Secara umum, ide-ide pembaruan Dahlan dapat
diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu: pertama, berupaya memurnikan
(purifikasi) ajaran Islam dari khufarat, tahayyul, dan bid’ah. Kedua,
mengajak umat Islam untuk keluar dari jarring pemikiran tradisional.
Ide-ide Ahmad Dahlan bertambah dan berkembang terus-menerus, ide-idenya ini
disalurkan lewat karya hidupnya yang terbesar yaitu Perserikatan Muhammadiyah.[1]
Dari buku
yang telah ditulis bapak Siswnto kita bisa melihat bahwa K. Ahmad Dahlan adalah
anak dari tokoh agama sehingga menjadikan ia pula sebagai seorang yang ahli dalam agama. Sejak masih kecil
orang tuanya sudah membimbingnya dan mengajarkan ilmu agama sebelum ia di suruh
untuk haji dan belajar ilmu agama ke Mekkah. K. Ahmad Dahlan belajar di Mekkah
selama 8 tahun, ia awalnya belajar selama lima tahun lalu pulang setelah itu ia
kembali lagi belajar untuk memperdalam ilmu agamanya selama 3 tahun. Pemikiran
Ahmad Dahlan bila kita lihat Karena pengaruh pendidikannya di Mekkah yaitu
lebih condong kepada pemahaman wahabi. Untuk melengkapi bografi K. Ahmad Dahlan
saya akan berikan beberapa kutipan dari
beberapa buku lain di bawah ini dan
sekaligus sepabai penguat dari pendapat saya.
Semanjak
kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai purta
kiyai.Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji
al-Qur’an, dan kitab-kitab agama.Pendidikan ini diperoleh langsung dari
ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada
beberapa ulama besar waktu itu. Di antaranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh),
K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfud dan Syekh
Khayyat Sattokh (ilmu hadits), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at al-Qur’an).
Serta beberapa guru lainnya. Dalam usia relative muda ia sudah bisa menguasai
beberapa disiplin ilmu keislaman.[2]
Setelah
menuntut ilmu kepada beberapa ulama yang ada di Indonesia, ia pergi ke Mekkah
untuk berhaji dan sekaligus menuntut ilmu selama lima tahun pada tahun 1888.
Dan pada tahun 1903, ia kembali lagi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan
menetap selama tiga tahun.[3]
Pada
kunjungan yang kedua kalinyaia banyak bertemu dan melkukan muzakkarah dengan
sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut
adalah; Syekh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai
Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Pada saat itu pula, Dahlan mulai
berkenalan dengan ide-ide pembaruan yang dilakukan melalui penganalisaan
kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim
al-Jauzyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin al-Afghani, Muhmmad Abduh, Rasyid
Ridha, dan lain sebagainya.
Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan
Dahlan tentang universitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan
gagasan kembali kepada al-Qur’an dan sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan
ketika itu.[4]
Dalam memperkaya
ide pembaruannya, pada kunjungannya tersebut Dahlan menyempatkan diri bertemu
dan berdiskusi dengan Rasyid Ridha. Bias
dari kontak intelektual ini dapat dilihat dari dinamika intelektualnya. Bias
tersebut antara lain ; Pertama, manjadikan
pemahaman tentang ajaran Islam semakin mendalam dan komprehensif. Kedua, kecenderungan yang
hanyamempelajari kitab-kitab para ulama mulai bergeser kearah pencarian dan
penelaahan secara mendalam langsung dari sumber aslinya, al-Qur’an dan Sunnah. Ketiga, bangkitnya semangat untuk
memurnikan kembali ajaran dan pemahaman umat terhadap ajaran Islam, sesuai
dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.[5]
Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912.
Muhammadiyah didirikan disurau milik
K.H. Ahmad Dahlan. Surau itu biasa disebut Langgar Kidul. Langgar yang terdiri
atas dua lantai itu merupakan saksi bisu pembaruan dalam Islam, yaitu
perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dalam mengembalikan kemurnian ajaran Islam seperti
membahas bid’ah, labihan, larung sesaji dan
bentuk-bentuk upacara lain. Juga mengubah shaf
(barisan) shalat antara Yogyakarta dengan Mekkah yakni arah barat lebih
condong kearah utara sebesar 22 derajat. Dari ini pulalah ajaran Muhammadiyah
lahir.[6]
Dahlan
mendirikan organisasi Muhammadiyah berrujuan untuk mengadakan pembaruan dalam
cara berfikir dan beramal sesuai dengan tuntutan agama Islam dengan berpegang
pada al-Qur’an dan Sunnah. Kepeloporan pembaruannya tampak jelas dalam bidang
pendidikan, dakwah Islam dan kesejahteraan masyarakat. Karena kesibukannya
dalam berdakwah menjadikan Dahlan jatuh sakit, dan tetap berdakwah walaupun
dalam kondisi sakit. K.H. Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 di
usia 55 tahun, pada usia yang masih produktif, setelah berhasil membangun
landasan yang kokoh bagi perjuangan masa depan umat Islam.[7]
2. Pemikiarn Tentang Pendidikan
Menurut
Ahmad Dahlan, upaya strategi untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berfikir
yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.
Pendidikan hendaknya diletakkan pada skala prioritas utama dalam proses
pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas kritis, dan memiliki
daya analisis yang tajam dalam memetakan dinamika kehidupannya pada masa depan.
Adapun kunci bagi peningkatan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali kepada
al-Qur’an dan al-Hadits, mengarahkan umat pada pemahaman Islam secara
komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.Upaya ini secara
strategis dapat dilakukan melalaui pendidikan.
Ahmad Dahlan
telah mencoba menggugat praktek pendidikan Islam pada masanya.pada waktu itu,
pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan
sosialisasi perilaku individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam
masyarakat. menurut Ahmad Dahlan pendidikan Islam seharusnya diarahkan kepada
pembentukan manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan
serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Adapun materi
pendidikannya adalah pengajaran al-Qur’an dan al-Hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Secara
praktis pandangan Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada
kegiatan yang dilaksanakan Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah
melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem gubernemen, disamping juga
dalam waktu singkat juga mendirikan sekolah yang lebih bersifat agama.[8]
Tidak seperti
tokoh nasional lain pada masanya yang lebih memperhatikan persoalan politik dan
ekonomi, Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya pada dunia pendidikan.
Pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan yang terealisasi dengan berdirinya sekolah
Muhammadiyah dan berkembangnya sekolah tersebut bisa kita katakan berhasil.
Bila kita perhatikan upaya Ahmad Dahlan dalam pembaruan pendidikan seperti
halnya upaya Muhammad Abduh yaitu menyatukan dualisme sistem pendidikan. Hal
ini sebagaimana yang dikatakan Adi Nogroho bahwa pendidikan di Indonesia pada
waktu itu terpecah menjadi dua. Yaitu, pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang
sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajarang yang berhubungan dengan agama dan pendidikan
di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajarang yang berhubungan dengan agama
saja. Cita-cita pendidikan yang digagas K.H. Ahmad Dahlan adalah lahirnya
manusia baru yang mampu tampail sebagai “ulama intelek” atau “intelek-ulama”,
yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat
jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan
tersebut, dahlan melakukan dua tindakan sekaligus, yaitu memberi pelajaran
agama disekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah
sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan.[9]
Toto suharto
juga menjelaskan bahwa di dalam Muhammadiyah, pendidikan agama dan pendidikan
umum dipadukan sedemikian rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran al-Qur’an
dan al-Sunnah. Selain kitab-kitab klasik berbahasa Arab, kitab-kitab
kontemporer berbahasa Arab juga dipelajari dilembaga Muhammadiyah, yang
dipadukan dengan pendidikan umum. Muhammadiyah dengan model ini telah
menggunakan sistem klasikal model Barat, yang meninggalkan metode weton dan sorogan dalam sistem tradisional. Dengan sistem pendidikan seperti
itu, Muhammadiyah telah mengenal rencana pelajaran yang teratur dan integral
sehinga hasil belajar lebih dapat dievaluasi. Hubungan guru dan murid dilembaga
pendidikan Muhammadiyah kiranya lebih akrab, bebas, dan demokratis, yang
berbeda dengan pendidikan trasdisional yang mengesankan guru bersikap otoriter
dengan keilmuannya.[10]
Pendidikan
lembaga Muhammadiyah dengan model pendidikan seperti itu merupakan kepedulian
pertama Ahmad Dahlan dalam mengimbangi dan menandingi sekolah Pemerintah
Belanda. Dia merasa terkesan dengan kerja misionaris Kristen yang mendirikan
sekolah dengan fasilitas yang kengkap. Dengan mencontoh ini, Dahlan telah
menciptakan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan
pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib. Ilmu bahasa dan ilmu pasti
disampaikan dalam Muhammadiyah sebagai mata pelajaran yang mengimbangi mata
pelajaran agama (akidah, al-Qur’an, Tarikh, dan akhlak). Dengan ini, sistem
Muhammadiyah merupakan dimensi Islam yang kuat, tetapi dalam bentuk yang
berbeda dengan sistem tradisional. Dari sini dapat dikatakan bahwa Dahlan telah
berhasil melakukan modernisasi sekolah keagamaan tradisional.[11]
Sesungguhnya
Dahlan mencoba menguatkan pratek pendidikan Islam pada masanya. Pada waktu itu,
pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan
sosialisasi perilaku individu maupun soSial yang telah menjadi baku dalam
masyarakat. Pendidikan tidak memberikan kebebasan peserta didik untuk berkreasidan
mengambil prakarsa.Kondisi yang demikian menyebabkan pelaksanan pendidikan
berjalan searah dan tidak bersifat dialogis. Padahal menurut Dahlan,
pengembanga daya kritis, sikap dialogis, menghargai potensi akal dan hati yang
suci, merupakan cara setrategis bagi peserta didik mencapai pengetahuan
tertiggi. Dari batasan ini terlihat bahwa Dahlan ingin meletakan visi dasar reformasi
pendikan islam melalui penggabungan sistem pendidikan modern dan sistempendidikan
tradisional secara harmonis dan integral.[12]
Berpijak pada
pandangan di atas, sesungguhnya Dahlan menginginkan persoalan pendidikan Islam
secara modern dan profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu
memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu,
pendidikan Islam perlu membuka diri, inovatif, dan progresif.[13]Tanpa
mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran
Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan
pendidikan Islam di Indonesia.[14]
B.
Analisis
Setelah saya membaca dan membandingkan dengan beberapa buku yang saya jadikan referensi dalam mereview
buku ini, dari pembahasan tentang Ahmad Dahlan baik pembahasan tentang biografi
dan pemikiran pendidikannya kami menemukan ada beberapa kelebihan dan kelemahan
yang mennurut kami kelemahannya yaitu terletak pada kurang sempurnanya
pembahasan yang seharusnya dibahas.
Kelebihan dari pembahasan ini menurut saya pembahasannya sudah
bagus. Penulis sudah menjelaskan secara singkat gambaran bagaimana Ahmad Dahlan
selain itu penulis juga sudah menjelaskan dengan baik pemikiran pendidikan
Ahmad Dahlan. Dengan hal ini menurut saya buku ini sudah bisa dijadikan
pegangan unruk pembelajaran filsafat pendidikan Islam dan baik untuk dijadikan
referensi pada penulisan karya ilmiyah.
Sedangkan kelemahan pada pembahasan ini seperti yang sudah saya
jelaskan di atas bahwa kelemahannya hanya terletak pada kurang sempurnanya
pembahasan yang menurut saya itu perlu untuk dibahas. Di antara beberapa
pembahasan yang menurut saya perlu untuk dibahas yaitu pada pembahasan biografi
Ahmad Dahlan tentang proses pendidikan yang dilalui Ahmad Dahlan di Indonesia
sebelum ia pergi ke Mekkah. Selain itu pada pebahasan tentang pemikiran pendidikannya
yaitu penulis tidak menjelaskan bagaimana Usaha Ahmad Dahlan dalam menyatukan
dualisme sistem pendidikan yang ada waktu itu yaitu pendidikan Belanda yang
sekuler dan pendidikan pondok pesantren yang hanya bersifat keagamaan.
C.
Kesimpulan
Ahmad Dahlan , tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah, dilahirkan
pada tahun 1868 sebagai amak dari salah satu dari 12 khatib masjid Agung
Yogyakarta. Sumberlain
menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan
nama Muhammad Darwis, anak dari seorang KH. Abu Bakar bin K. Sulaiman, khatib
di masjid Sulthan di kota itu. ibunya adalah putrid H. Ibrahim, seorang
penghulu.
Ahmad Dahlan
telah mencoba menggugat praktek pendidikan Islam pada masanya. pada waktu itu,
pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan
sosialisasi perilaku individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam
masyarakat. menurut Ahmad Dahlan pendidikan Islam seharusnya diarahkan kepada
pembentukan manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan
serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
D.
Daftar Pustaka
Bisri,Hasan. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung:
CV Pustaka Setia, 2009.
Darwis, Djamaluddin. Dinamika
Pendidikan Islam, Sejarah, Ragam, dan Kelembagaan. Semarang: RaSAIL, 2006.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:
Ciputat Pers, 2002.
Nugroho, Adi. Biografi
Singkat K.H. Ahmad Dahlan. Yogyakarta:
Arruz Media Group, 2010.
Ramayulis. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia, 2010.
Siswanto. Filsafat
dan Pemikiran Pendidikan Islam. Surabaya:
CV. Salsabila Putra Pratama, 2014.
Suharto, Toto. Filsafat
Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014.
[1]Siswanto,
Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam (Surabaya: CV. Salsabila Putra
Pratama, 2014), hlm. 184-186.
[2]Samsul
Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.
100-101.
[3]Hasan
Bisri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm.
234.
[4]Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:
Kalam Mulia, 2010), hlm. 328.
[6]Adi Nugroho, Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan (Yogyakarta:
Arruz Media Group, 2010), hlm.
[7]Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, Sejarah, Ragam,
dan Kelembagaan (Semarang: RaSAIL, 2006), hlm. 41.
[9]Nugroho, Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan, hlm.
137.
[10]Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 253.
[11]Ibid., hlm. 254.
[14]Ibid., hlm. 109.
Tag :
pendidikan
0 Komentar untuk "Review Pemikiran Ahmad Dahlan dalam Pendidikan Islam"