BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Banyak alasan penting membicarakan masyarakat pedesaan
dan masyarakat perkotaan. Selain belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan
masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku, juga kalaupun dikaitkan
dengan pembangunan yang orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan, maka
pedesaan memilki arti tersendiri dalam kajian struktrur sosial atau
kehidupannya. Dalam keadaan desa yang “sebenarnya”, desa masih diangggap
sebagai standart dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan
asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian,
kepribadian dalam berpakaian, adat-istiadat, kehidupan moral susila, dan
lain-lain.
Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat
orang bergaul dengan rukun, tenang, selaras dan “akur”. Akan tetapi justru
dengan berdekatan, mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari
peristiwa kehidupan sehari-hari, hal tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan
antara kaum muda dan tua serta antara pria dan wanita. Bayangan bahwa desa
tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya, tetapi yang nampak justru
bekerja keraslah yang merupakan syarat pokok dapat hidup di desa. Hal ini erat
masalahnya dengan istilah terbelakang yang selalu tampak di pedesaan, sehingga
perbaikan kehidupannya perlu dikembangkan melalui perangsang seperti kredit,
Banpres, Inpres, Bimas, Inmas dan sebagainya. Demikian pula dalam konteks
pembangunan desa (pertanian), semula orang beranggapan bahwa masyarakat
pertanian mengalami involusi pertanian yang berjalan dalam proses pemiskinan,
dan apapun tehnologi dan kelembagaan modern yang masuk ke pedesaan, akan
sia-sia. Pernyataan-pernyataan sumbang ini justru merangsang para peneliti atau
penentu kebijaksanaan dalam pembangunan masyarakat desa. Adannya kontroversi
kesan atau pendapat ini mungkin lebih tepat bila dihubungkan dengan berbagai
gejala sosial seperti konsep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian masyarakat itu?
2.
Bagaimanakah masyarakat setempat itu?
3.
Bagaimanakah tipe-tipe masyarakat setempat?
4.
Bagaimanakah karakteristik masyarakat desa dan kota?
5.
Bagaimanakah perbedaan antara masyarakat desa dan kota?
6.
Bagaiamanakah hubungan antara masyarakat desa dan kota?
7.
Bagaimanakah karakteristik masyarakat yang berasal dari deviasi masyarakat
desa dan kota?
C.
Tujuan
dan Manfaat
1.
Untuk mengetahui pengertian masyarakat.
2.
Untuk mengetahui masyarakat setempat.
3.
Untuk mengetahui tipe-tipe masyarakat setempat
4.
Untuk mengetahui karakteristik
masyarakat desa dan kota.
5.
Untuk mengetahui perbedaan antara masyarakat desa dan kota.
6.
Untuk mengetahui hubungan antara masyarakat desa dan kota
7.
Untuk mengetahui karakteristik masyarakat yang berasal dari deviasi
masyarakat desa dan kota.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masyarakat
Menurut kodratnya, manusia
adalah makhluk masyarakat. Manusia selalu hidup bersama dan berada di antara
manusia lainnya. Dalam bentuk kongretnya, manusia bergaul, berkomunikasi, dan
berinteraksi dengan manusia lainnya. Keadaan ini terjadi karena dalam diri
manusia [1]terdapat
dorongan untuk hidup bermasyarakat di samping dorongan keakuan.
Sebelum kita bicara lebih
lanjut masalah masyarakat, baiklah kita tinjau dulu definisi tentang
masyarakat. Mengenai arti masyarakat, baiklah di sini kita kemukakan mengenai
definisi masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya:
1.
R. Linton: seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah
setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga
mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam
satu-kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2.
Hasan Shadly M.A. dalam bukunya yang berjudul ”Sosiologi untuk masyarakat
Indonesia” memberikan pengertian sebagai
berikut: golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan
sendirinya bertalian denagn golongan dan mempunyai pengaruh satu sama lain.
3.
Prof. M.M. Djojodigoena S.H: masyarakat mempunyai arti ialah arti sempit
dan luas. Arti sempit masyarakat ialah yang terdiri dari satu golongan saja
misal masyarakat India, Arab dann China. Arti luas masyarakat ialaha kebulatan
dari semua perhubungan yang mungkin dalam masyarakat, jadi meliputi semua
golongan, misal msyarakat Surabaya, terdiri dari masyarakat Hindia, Arab, China
dan Pelajar.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat
ialah pengumpulan manusia yang banyak yang bersatu dengan cara tertentu oleh
karena adanya hasrat-hasrat kemasyarakat yang sama atau bersama.
B.
Masyarakat Setempat
1.
Arti Masyarakat Setempat
Istilah community dapat diterjemahkan sebagai
“masyarakata setempat”, istilah mana menunjuk pada warga sebuah desa, kota,
suku atau bangsa. Apabila anggota-anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu
besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa
kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka
kelompok tadi disebut masyarakat setempat. Sebagai suatu perumpamaan, kebutuhan
seseorang tidak mungkin secara keseluruhan terpenuhi apabila dia hidup bersama-sama
rekan lainnya yang sesuku. Dengan demikian, kriteria utama bagi adanya suatu
masyarakat setempat adalah adanya social relationships antara anggota suatu
kelompok. Dengan mengambil pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
masyarakat setempat mununjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di
suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor
utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para
anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayah.[2]
Dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah
kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang
tertentu. Dasar-dasar daripada masyarakat setempat adalah lokalitas dan
perasaan masyarakat setempat[3]
tersebut.
Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau
tempat tinggal (wilayah) tertentu. Walaupun sekelompok manusia merupakan
masyarakat pengembara akan tetapi pada saat-saat tertentu anggota-anggotanya pasti
berkumpul pada suatu tempat tertentu, misalnyan bila mengadakan upacara-upacara
tradisional. Masyarakat-masyarakat setempat yang mempuyai tempat tinggal tetap
dan permanent, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh
kesatuan tempat tinggalnya. Memang dalam masyarakat modern, karena perkembangan
tekhnologi alat-alat perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak berkurang,
akan tetapi sebaliknya hal itu bahkan memperluas wilayah pengaruh masyarakat setempat
yang bersangkutan. Secara garis besar masyarakat setempat berfungsi sebagai
ukuran untuk menggaris bawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan
suatu wilayah geografis tertentu. Sebagai contoh, betapapun kuatnya pengaruh
luar misalnya dibidang pertanian mengenai soal cara-cara penanaman yang lebih
efisien, penggunaan pupuk dan sebagainya, akan tetapi masyarakat desa masih
tetap mempertahankan tradisi yaitu ada hubungan yang erat dengan tanah, karena
tanah itulah yang memberikan kehidupan kepadanya. Akan tetapi tempat tinggal
tertentu saja, walaupun merupakan suatu dasar pokok, tidak cukup untuk
membentuk masyarakat setempat. Di samping itu harus ada suatu prasaan diantara
anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa tanah ynag mereka tinggali
memberikan kehidupan kepada semuanya. Prasaan demikian, yang pada hakikatnya merupakan
identifikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti (commonity sentiment)
Unsur-unsur perasaan komuniti (commmonity sentiment)
antara lain: [4]
a.
Perasaan: unsur seperasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan
dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga
kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai “kelompok kami”, “perasaan kami”
dan lain sebagainya. Perasaan demikian terutama timbul apabila orang-orang
tersebut mempunyai kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Unsur
seperasaan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupan dengan “altruism”, yang
lebih menekankan pada perasaan solider dengan orang lain. Pada unsur seperasaan
kepentingan si individu diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan kelompok,
sehingga dia merasakan kelompoknya sebagai struktur sosial masyarakatnya.
b.
Sepenanggungan: setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan
keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan,
sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri.
c.
Saling memerlukan: individu yang tergabung dalam masyarakat setempat
merasakan dirinya terghantung pada ”komuniti” nya yang meliputi kebutuhan fisik
maupun kebutuhan-kebutuhan psikologis. Kelompok yang tertgabung dalam
masyarakat setempat tadi, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang,
misalnya atas makanan dan perumahan. Secara psikologis, individu akan mencari
perlindungan pada sekelompoknya apabila dia berada dalam ketakutan, dan lain
sebagainya. Perwujudan yang nyata dari individu terhadap kelompoknya (masyarakat
setempat) adalah berbagai kebiasaan masyarakat, perilaku-perilaku tertentu yang
secara has merupakan ciri masyarakat itu. Contoh yang mungkin dapat memberikan
penjelasan lebih terang adalah aneka macam logat bahasa masyarakat setempat.
Melalui logat bahasa yang has dapat diketahui darimana
asal seseorang. Walaupun perkembangan komunikasi agak mengurangi fungsi ciri
tersebut, akan tetapi setiap masyarakat setempat, baik yang berupa desa maupun
kota, pasti memiliki logat bahasa tersendiri. Kecuali itu, masing-masing
masyarakat setempat mempunyai juga cerita-cerita rakyat dengan fariasi
tersendiri. Orang lampung percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari
segalaberak dan bernama si raja lampung: akan tetapi masyarakat-masyarakat
setempat mempunyai versi tersendiri mengenai sejarah nenek moyangnya. Demikian
pula misalnya cerita nyai loro kidul, mempunyai bermacam-macam versi sesuai
dengan daerah dimana cerita tadi berkembang.
2.
Tipe-tipe Masyarakat Setempat
Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat
digunakan 4 kriteria yang paling berpautan, yaitu:[5]
a.
Jumlah penduduk,
b.
Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
c.
Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat, dan
d.
Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
Kriteria tersebut diatas, dapat digunakan untuk
membedakan antara bermacam-macam jenis masyarakat setempat yang sederhana dan
modern, serta antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Masyarakat yang
sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks, terlihat
kecil, organisasinya sederhana, sedangkan penduduknya tersebar. Kecilnya
masyarakat dan belum berkembangnya mesyarakat-masyarakat tadi, disebabkan
karena perkembangan tehnologinya yang lambat. Pengangkutan dan perkembangan
tehnologinya yang lambat. Pengangkutan dan hubungan yang lambat, memperkecil
ruang lingkup hubungan dengan masyarakat lain. Tehnik berburu serta mengerjakan
tanah yang sederhana, memperkecil kemungkinan ekspploitasi. Kepadatan penduduk
sangat tipis dan berpindah-pindahnya masyarakat menyebabkan mereka mendiami
wilayah yang relatif sangat luas, walaupun tehnik komunikasi masih bersahaja.
Pengaruh tempat kediaman yang sangat besar, paling banyak seseorang pindah
kemasyarakat setempat yang berlainan melalui ikatan perkawinan. Sosialisasi
individu lebih mudah, karena hubungan yang erat antara warga masayarakat
setempat yang masih sederhana. Kesetiaan dan pengabdian t8erhadap kelompok
sangat kuat, karena hidupnya tergantung dari kelompok. Bahkan mereka merasa
masih ada ikatan keluarga, sehingga seringkali dijumpai larangan untuk kawin
dengan anggota-anggota masyarakat
setempat yang sama. Dengan adanya pengaruh-pengaruh yang datang dari
luar, masyarakat setempat yang masih sederhana tadi mulai mengenal hukum, ilmu
pengetahuan, sistem pendidikan modern dan lain-lain. Lembaga-lembaga
kemasyarakatan baru timbul, sehingga lama-kelamaan dikenal pembagian kerja yang
tegas. Semula organisasi lembaga-lembaga kemasyarakatan sangat sederhana dan
tradisioanal, sehingga agak mudah untuk mempelajarinya karena pola-polanya yang
tetap atau paling banyak hanya sedikit mengalami perubahan. Masyarakat yang
sederhana tersebut merupakan suatu unit yang fungsional, dalam batas-batas
tertentu belum mengenal spesialisasi dan kelompok ini diangggap sebagai suatu
kelompok primer
C.
Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota
1.
Masyarakat Desa
Masyarakat desa adalah
sekelempok orang yang hidup bersama bekerjasama dan berhubungan erat secara
tahan lama dengan sifat-sifat yang hampir seragam (homogen). Ditinjau dari
gantung dan terikat pada tanah (earth bound), mereka mendiami wilayah
tertentu di mana pertanian menjadi pusat dan dasar utama kehidupannya.[6]
Istilah “masyarakat desa” dan “desa” sering dugunakan secara saling
dipertukarkan, meskipun masing-masing mempunyai penekanan arti yang berbeda.
Menurut Bintaro,[7]
desa bisa menunjukkan arti yang berdasarkan sudut pandang yang dipakai.
Berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda ini, maka batasan “Desa” bisa
berbeda-beda. Salah satu batasan yang diberikan adalah hasil perpaduan kegiatan
kelompok manusia dengan lingkungannya berupa suatu ujud atau kenampakan yang
berunsur sosial-ekonomi-politik-fisik yang saling berinteraksi. Ujud itu pada
pokoknya berupa wilayah tempat tinggal, terletak bukan dipusat perdagangan, dan
terutama terdiri dari usaha pertanian dan bangunan yang bertalian dengannya.
Desa dalam arti itu memiliki 3 unsur-unsurnya,[8]
yaitu:
a.
Daerah dan Letak: tanah,
kesuburan dan luasnya serta penggunaannya, lokasi dan batas yang merupakan
lingkungan geografis.
b.
Penduduk, meliputi jumlah,
struktur umur, struktur mata pencaharian, yang sebagian besar bertani, serta
pertumbuhannya.
c.
Tata Kehidupan: meliputi corak
atau pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan warga desa.
Ketiga unsur dari desa tersebut tidaok lepas satu sama
lain, melainkan merupakan satu kesatuan. Terkadang, “Desa” dipakai untuk lebih menunjukkan unsur
pertama dan ke dua, terkadang pula secara lengkap. Demikian masih ada batasan
yang lain, misalnya dalam artian administratif dan lain-lain.
Untuk lebih mengongkretkan deskripsi tentang “Masyarakat
Desa” seperti tersebut di atas, maka akan dicoba dirumuskan kembali sekaligus
dicarikan ciri-ciri pokok di bidang sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
desa, sebagai berikut.[9]
Ciri-ciri
Sosial:
a.
Rasa persatuan yang lebih erat dan hubungan yang lebih akrab di antara
warga satu komunitas daripada hubungan mereka dengan warga masyarakat lain di
luar batas wilayahnya.
b.
Sistem kehidupan berkelompok, atas dasar sistem kekeluargaan, maka ada
keseragaman (homogenitas) penduduk berdasarkan darah keturunan.
c.
Dari sudut permasalahannya, hubungan antara penguasa dengan rakyatnya
berlangsung secara informal, atas dasar musyawarah. Seorang pemimpin sering
mempunyai beberapa kedudukan dan peranan macam-macam yang tumpang tindih, tidak
ada pembagian bidang yang jelas.
d.
Kontrol atau pengendalian sosial atas perilaku warga sangat ketat sehingga
relatif sulit terjadi perubahan-perubahan. Dengan demikian terjadi homogenitas
dalam perilaku dan cara-cara berpikir.
e.
Mobilitas sosial horizontal maupun vertikal masih jarang.
Ciri-ciri Ekonomi:
a.
Keseragaman (homogenitas) dalam mata pencaharian pokok untuk
sebagian besar anggota komunitas, yaitu dibidang pertanian yang masih sederhana
teknologinya. Maka biasanya pertanian semata-mata ditujukan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga sendiri (subsistance farming). Pekerjaan lain
non-agraris sekedar sebagai sambilan, atau menampung sebagian kecil warga
masyarakat. Dengan perkataan lain, belum berkembang diferensiasi ekonomi, yaitu
pembagian kerja berdasarkan keahlian. Pembagian kerja yang ada biasanya
didasarkan atas usia, kemampuan fisik, dan jenis kelamin, tapi masih dalam batas-batas
pekerjaan pertanian dan rumah tangga.
b.
Kesadaran akan uang masih sedikit, sistem perkreditan masih kurang
dipahami. Tukar-menukar masih bersifat barter.
c.
Struktur ekonomi desa terisolasi dari lingkungan ekonomi di sekitarnya
karena kurangnya prasarana transportasi dan komunikasi, sehingga merupakan kehidupan swasembada yang sempit
dan miskin.
Ciri-ciri Budaya
a.
Adanya semangat gotong royong, yang berintikan kesadaran bahwa hidup
seseorang tergantung pada orang lain, maka perlu selalu bersedia untuk
membantu, dan penting menjaga hubungan baik dengan sesama dengan cara
penyesuaian diri dan seragam (conform).[10]
Semangat yang akhirnya melembaga ini timbul karena hidup komunitas sangat
terikat pada tanah, yang digarap secara ektensif dengan tehnologi sederhana
yang padat tenaga, sehingga sangat tergantung pada tolong-menolong dengan warga
yang lain.
b.
Keterikatan pada adat kebiasaan relatif ketat karena peran golongan
orang-orang tua/ sesepuh setempat yang menonjol. Dan biasanya golongan
orang-orang tua ini justru mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi.
Dengan demikian lalu terjadi keseragaman dalam bidang kebudayaan.
2.
Masyarakat Kota
Masyarakat kota adalah
sekelompok orang yang hidup bersama pada suatu wilayah tertentu yang biasanya
menjadi pusat politik atau pemerintahan dan atau industry, perdagangan,
kebudayaan, dengan memperlihatkan sifat atau ciri-ciri corak pergaulan dan tata
kehidupan yang berbeda dengan masyarakat desa.[11]ii
Adapun
cirri-ciri tersebut adalah:
Ciri-ciri
Sosial:
a.
Hubungan
yang relative lebih bersifat impersonal, karena jaringan sosial yang kian
kompleks.
b.
Penduduk
lebih bersifat heterogen dilihat dari segi daerah keturunan dan latar belakang
sosial budayanya.
c.
Hubungan
antara penguasa dengan rakyatnya lebih bersifat formal, ada pembagian tugas dan
wewenang.
d.
Kontrol atau pengendalian sosial atas perilaku warga masyarakat relatif
longgar, orang kian bebas dalam menentukan cara hidupnya.
e.
Mobilitas sosial, gerak perubahan, baik horizontal, misalnya pindah tempat
dan pekerjaan, maupun vertikal, yaitu menjadi lebih baik posisi sosial ekonomi,
lebih sering dan gampang terjadi.
Ciri-ciri Ekonomi:
a.
Heterogenitas dalam mata pencaharian, yang berarti telah berkembang"
diferensi, diversifikasi, dan
spesialisasi. Pembagian kerja itu berdasarkan keahlian.
b.
Tukar-menukar dengan uang, pusat perdagangan, dan pusat pasar uang.
c.
Kesadaran akan nilai uang kian tumbuh. Orang menjadi lebih rasional dalam
mempertimbangkan hasil dan korban, termasuk waktu.
Ciri-ciri Budaya:
a.
Orang harus bisa mandiri, tanpa sangat tergantung pada orang lain.
Individualitas lalu berkembang.
b.
Cara berpikir yang lebih rasional, menyebabkan bahwa interaksi yang terjadi
lebih didasarkan pada faktor kepentingan, dan bukan faktor pribadi.
c.
Perkembangan dan perubahan sosial lebih sering terjadi, karena orang kota
pada umumnya lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru, termasuk dari
luar masyarakat.
Pengertian tentang
“Kota” juga bermacam-macam seperti halnya tentang “Desa” tergantung dari sudut
pandang yang dipakai. Dipandang dari sudut fungsi dan watak, maka kota adalah
pusat perekonomian, konsumen dan produsen, sebagai pusat pemerintahan/ politik
dan sebagainya.
Ditinjau dari sudut
ekonomi, maka kota adalah tempat tinggal penduduk yang terutama hidup dari
industri dan perdagangan, bukan dari pertanian.[12]
Pengarang lain[13]
merumuskan definisi kota sebagai pemukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang-orang yang kedudukan sosialnya heterogen.
Seperti halnya
dengan istilah “Masyarakat Desa” dan “Desa”, demikian pula istilah “Masyarakat
Kota” dengan “Kota” sering dipakai secara campur aduk, meskipun sebetulnya bisa
mempunyai konotasi berbeda menurut aspek mana yang ditekankan, yaitu apakah
wilayah dan letaknya, penduduk ataukah kehidupan dan tata pergaulannya.
D.
Perbedaan Masyarakat Desa dengan
Masyarakat Kota
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya
adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut
terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai
masyarakat pedesaannya.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan
masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan
dalam memecahkan suata permasalahan.
Karakteristik umum masyarakat
pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup
bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada
situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada
kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan
kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah
tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang
terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.
Sederhana
2.
Mudah
curiga
3.
Menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.
Mempunyai
sifat kekeluargaan
5.
Lugas
atau berbicara apa adanya
6.
Tertutup
dalam hal keuangan mereka
7.
Perasaan
tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.
Menghargai
orang lain
9.
Demokratis
dan religius
10.
Jika
berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat
sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara
sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap
digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat
perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding
kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai
urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila
dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya
melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di
masjid, gereja, dan lainnya.
2. Orang kota pada umumnya dapat
mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
3. Di kota-kota kehidupan keluarga
sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan
sebagainya.
4.
jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5. interaksi-interaksi yang terjadi
lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan
antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak
orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan,
sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari
kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
E.
Hubungan Antara Masyarakat Desa dan Kota
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan.
Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan
pangan seperti beras, sayur-mayur,
daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan
tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan,
proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.
Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam
mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai
menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk
melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya,
kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti
bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak
tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga
menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang¬bidang jasa yang dibutuhkan oleh
orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga
di bidang medis atau kesehatan, montir¬montir, elektronika dan alat
transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya
peningkatan hasil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.
Dalam
kenyataannya hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud karena adanya
beberapa pembatas. Jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di
pedesaan. Padahal, luas lahan pertanian sulit bertambah, terutama di daerah
yang sudah lama berkembang seperti pulau Jawa. Peningkatan hasil pertanian hanya
dapat diusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini. Akan tetapi,
pertambahan hasil pangan yang diperoleh melalui upaya intensifikasi ini, tidak
sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga pada suatu saat hasil
pertanian suatu daerah pedesaan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
penduduknya saja, tidak kelebihan yang dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam
ini, kotaterpaksa memenuhi kebutuhan pangannya dari daerah lain, bahkan
kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar negeri. Peningkatan jumlah penduduk
tanpa diimbangi
dengan
perluasan kesempatan kerja ini pada akhirnya berakibat bahwa di pedesaan
terdapat banyak orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka ini
merupakan kelompok pengangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun
setengah pengangguran.
F.
Bentuk Deviasi Masyarakat Desa dan Kota
Dalam kehidupan masyarakat muncul dan
berkembang suatu karakteristik, nilai dan norma yang diyakini dan dianut oleh
masyarakat tersbut yang mengatur dan membatasi perilaku individu. Namun tidak
jarang dalam kehidupan masyarakat tersbut terjadilah penyimpangan dan perbedaan
dalam berperilaku.
Kartini
Kartono (2007:11) mengartikan deviasi atau penyimpangan merupakan tingkah laku
yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata
dari rakyat kebanyakan/populasi. Dalam Kamus Besar Indonesia, perilaku
menyimpang diartikan sebagai tingkah laku,
perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan
yang bertentangan dengan norma-norma
dan hukum
yang ada di dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial hakikatnya merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Sejalan dengan pendapat
diatas Hendropuspito (1989) mengartikan deviasi ialah Suatu tindakan yang
dilakukan oleh perorangan atau kelompok diluar, melawan kaidah sosial yang
berlaku di masyarakat.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
deviasi atau perilaku menyimpang adalah perilaku yang dilakukan individu yang
bertentangan/menyimpang dari ciri karakteristik masyarakat kebanyakan dan
norma/nilai yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
1.
Perilaku Penyimpangan di Desa
a.
Masih statisnya pemikiran mereka untuk berkembang.
b.
Perkawinan dibawah umur.
c.
Masih kentalnya kepercayaan terhadap mitos-mitos yang berkembang.
d.
Penyelesaian masalah yang lebih cenderung diselesaikan dengan cara
kekerasan.
2.
Perilaku Penyimpangan di Kota
a.
Banyaknya kriminalitas yang sudah dimulai dari masyarakat dengan tingkat
sosial yang masih rendah sampai pada tingkat sosial yang tinggi.
b.
Banyaknya pemberontakan remaja.
c.
Deviasi-deviasi seksual pra-nikah dan homo seksual.
d.
Kenakalan remaja di kota.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas sedikit banyak kita dapat
memperoleh gambaran tentang kompleksitas daripada masyarakat pedesaan di lain
pihak. Walaupun sebenarnya tidaklah perlu membedakan kondisi geografis maupun
phisik, antara perkotaan dengan pedesaan, tetapi kiranya sangat perlu untuk
mengetahui ciri-ciri karakteristik antara ke duanya sebab dengan mengetahui
ciri-ciri antara masyarakat kota dengan masyarakat desa, kita dapat mengetahui
masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat perkotaan maupun
masyarakat pedesaan. Demikian selanjutnya kita dapat memberi masukan untuk
membantu memecahkan masalah sosial baik untuk masyarakat perkotaan maupun
masyarakat pedesaan.
Di satu pihak kota merupakan pusat jaringan
kegiatan sosial politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan komunikasi,
sehingga kota menjadi semakin berkembang, semakin besar, dan semakin ramai.
Tetapi di lain pihak pada masyarakat kota terdapat setumpuk masalah sosial yang
harus dipikirkan pemecahannya. Misalnya: masalah perumahan, pengangguran,
kebersihan lingkungan, narkotika, korupsi dan manipulasi, gelandangan dan lain
sebagainya.
Sedangkan pada masyarakat pedesaan di satu
pihak mempunyai kelebihan yaitu hidup yang penuh gotong royong antara satu
dengan yang lain, namun di lain pihak banyak masalah sosial yang harus
dipikirkan pemecahannya. Masalah yang dimaksud misalnya: terbatasnya sarana
hiburan, sarana pendidikan, transportasi dan komunikasi, hidup menoton karena
tidak mempunyai keterampilan lain, terbatasnya area tanah pertanian, dan
pengangguran. Sudah barang tentu masalah-masalah sosial tersebut di atas
merupakan tanggung jawab kita semua sebagai ilmuan, sebagai pemuka masyarakat,
sebagai generasi penerus dan sebagai warga negara.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu untuk menambah wawasan keilmuan
pembaca, kami menghimbau agar jangan hanya terpaku kepada makalah ini.
Sebaiknya pembaca mencari refrensi yang lain untuk menutupi kekurangan yang
terdapat dalam makalah ini serta untuk menambah keilmuan dan wawasan pembaca.
[1] Mawardi, Noer Hidayati,
Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (IAD-ISD-IBD),
(Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2009) hlm 217
[2] Selo Soemarjan: Sosial
Changes in Yogyakarta, cetakan pertama, 1962, Cornel University Press,
Ithaca, Newyork, halaman XX
[3] R.M. Mac Iver dan Charles
H. Page, op. Cit., halaman 9 dan seterusnya.
[4] R.M. Mac Iver and Charles
H. Page, op. Cit., halaman 293
[5] Kingsley Davis, op.
Cit., halaman 313
[6] Soerjono Soekanto, op.cit.,
hlm. 146.
[7] Bintaro, Interaksi
Desa-Kota, Ghalia Indonesia, Jakarta, cetakan I, 1983, hlm. 11-12
[8] Bintaro, op.cit., hlm.
15.
[9] Cf. Misalnya, Astrid S.
Susanto, Sosiologi dan Perubahan Sosial, penerbit Bina Cipta, Jakarta,
cetakan V, 1985, hlm. 47. Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 146-147.
Bruce J. Cohen, Sosiologi (terjemahan: Lahat Simamora), PT. Bina Aksara,
Jakarta, cetakan I, 1983, hlm. 315-316;328-329
[10] Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan
Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia. Penerbit Bhratara, Jakarta,
1969, hlm. 35.
[11] SOERJONO Soekanto, op.cit.,hlm.148-150.
[12] Max Waber, The City, The
Free Press, New York, 1958, hlm.65-69.
Tag :
pendidikan
0 Komentar untuk "Pengertian Masyarakat, Masyarakat Setempat, Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota, Hubungan, Bentuk Deviasi Masyarakat"