Kita bangsa Indonesia harus mengetahui apa itu Kewarganegaraan, kerena ini merupakan basik dari pengetahuan tentang pendidikan kewarganegaraan Indonesia. dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang "Kewarganegaraan" yg disajikan dalam bentuk makalah. semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kewarganegraan indonesia sering terdengar oleh kita dan tak asing
kata-kata kewarganegaraan ini bagi individu masyrakat, dan memang selayaknya kita mengetahuinnya
tentang kewarganegaraan ini. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemuda
pemudi bangsa yang semakin menghakwatirkan dengan berbagai problematika yang
sulit dihadang oleh karenanya generasi tidak sempat terpikirkan tentang arti
dari kewarnegaraan ini dan tanggung jawab sebagai warga negara. Munculnya
pengaruh globalisasi budaya, politik, teknologi, dan intertainment adalah
dampak yang sangat besar terhadap hilangnya perhatian pada kewarganegaraan ini.
Sejalan dengan hal itu kami harapkannya generasi mengingat kembali
dan mengetahui kewarganegaraan yang kita miliki dengan cara nasionalisme ini
terpadukan dan terbentuk kembali kekokohan kemasyarakatan berwarganegara.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian kewarganegaran ?
2.
Seperti
apakah kewarganegaraan tersebut ?
3.
apa
saja cakupan kewarganegaraan ?
C.
TUJUAN
Untuk
mengetahui tentang kewarganegaraan, tidak hanya sekedar menjadi warga negara,
tapi juga di tekankan untuk mengetahui fungsi berwarga dan bernegara yang
merupakan suatu identitas penting dari berbagai kalangan, khususnya kepada
pemuda/generasi bangsa yang berkelanjutan ini.
Berdasarkan keputusan dirjen dikti no. 43/dikti /kep-/2006, tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi dan misi dan kompetensi sebagai
berikut.
Visi pendidikan
kewarganegaraan diperguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman
dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi. Guna mengantarkan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhya. Hal ini
berdasarkan pada suatu realitas yang dihadipi, bahwa mahasiswa adalah sebagai
generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban,
berkemanusiaan dan cinta tanai air dan bangsanya.
Misi pendidikan
kewarganegaraan diperguruan tingngi adalah untuk membantu mahasiswa memantapakaan
kepribadiannya. Agar secara konsisten mampu mewujudnkan nilai-nilai dasar
pancasila , rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab
dan bermoral.
Selain itu pula pendidikan kewarganegaraan mempelajari tentang arti
dan pentinggnya berkewarganegaraan, karena setiap individu bernegara dan
berbangsa maka dari itu pentinglah kiranya generasi muda mengatahui tentang
kewarganegaraan tersebut.
Lebih-lebih mahasiswa yang diharapakan menjadi ilmuan dan
profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis,
berkeadaban, dan kompetensi yang dimiliki mahasiswa menjadi warga negara yang
memiliki daya saing, berdisiplin, berpasipasi aktif dalam membangun kehidupan
yang damai berdasarkan sistem nilai pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEWARGANEGARAAN
1.
PANGERTIAN
Kewarganegaraan merupakan
keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu
(secara khusus: negara) yang
dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara.
Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari Negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan
merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship).
Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga
kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan
satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena
masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang
berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan
memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif
dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi
seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan
berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga
dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu
negara.
Di
bawah teori
kontrak sosial, status kewarganegaraan
memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan
aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya
bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja
sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan
masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (Civics)
yang diberikan di sekolah-sekolah.
2.
WARGA NEGARA INDONESIA
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau
Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan
diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia
telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri dikantor pemerintahan Paspor diberikan oleh negara kepada
warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional.
Kewarganegaraan
Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah :
1)
setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.
2)
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI.
3)
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga Negara asing (WNA),
atau sebaliknya.
4)
anak yang lahir dari perkawinan yang
sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau
hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut.
5)
anak yang lahir dalam tenggang waktu
300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya
itu seorang WNI.
6)
anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI.
7)
anak yang lahir di luar perkawinan
yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum
kawin.
8)
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9)
anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
10)
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
11)
anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu
WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
12)
anak dari seorang ayah atau ibu yang
telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya
meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula
sebagai WNI bagi :
a.
anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan
belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
b.
anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
c.
anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
d.
anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI
.
Kewarganegaraan
Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai
berikut:
1.
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia.
2.
Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
Indonesia.
Di samping
perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula
perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan.
Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan
telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun
berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan
tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan
terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan
secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin
sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.
Dari UU ini
terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas
kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius
soli terbatas (lihat poin
8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
B.
KEDUDUKAN WARGA NEGARA DI NEGARA INDONESIA
Dapat
dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara,
yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii)
kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’,
dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’.
Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka
pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga
kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan
itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama
ini.
Kasus-kasus
kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat
diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak
warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik
Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang
lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status
kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan
mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara
registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses
naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu
sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun
sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan
seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan
Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya
status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan
politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa
yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya
sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status
kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain.
Yang pokok
adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau
tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak
boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah
sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern
untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di
samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping
itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya
prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’
dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak
dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut
prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk
mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di
satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain
tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya
sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan
tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap
berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum
masing-masing.
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur
kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip
kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun
hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut,
sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai
kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses
naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama
sekali.
C.
PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA
1.
Landasan yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara:
a.
Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA)
b.
Jaminan Persamaan Hidup (Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia yang dapat dilestarikan :
1.
Nilai Religius.
2.
Nilai Gotong Royong.
3.
Nilai Ramah Tamah.
4.
Nilai Cinta Tanah Air.
c.
Jaminan Persamaan Hidup dalam Konstitusi Negara
Jaminan persamaan hidup warga Negara di dalam konstitusi negara adalah :
a)
Pembukaan UUD 1945 alinea 1
b)
Sila-sila Pancasila
c)
UUD 1945 dan peraturan peundangan lainnya
2.
Berbagai Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara
a.
Bidang Politik
a. Kewajiban bela negara terhadap
keberadaan dan kelangsungan NKRI
b.
Pengembangan sistem politik nasional yang demokratis, termasuk
penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.
c.
Meningkatkan partai politik yang mandiri dengan pendidikan kaderisasi yang
intensif dan komprehensif.
d.
Memperketat dan menetapkan prinsip persamaan dan antidiskriminasi dalam
kehidupan masyarakat bangsa dan negara.
b.
Bidang Ekonomi
a.
Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi
dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan
dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan negara
b.
Persamaan kedudukan di bidang ekonomi untuk menciptakan sistem ekonomi
kerakyatan yang berkeadilan dan bersaing sehat, efisien, produktif, berday saing,
serta mengembangkan kehidupan yang layak anggota masyarakat.
c.
Bidang Hukum
Dalam pasal
27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin warga negaranya
tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
d.
Bidang Sosial-Budaya
Persamaan
kedudukan di bidang sosial-budaya di antaranya :
a)
memperoleh pelayanan kesehatan
b)
kebebasan mengembangkan diri
c)
memperoleh pendidikan yang bermutu
d)
memelihara tatanan sosial.
3.
Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara
1)
Menghargai dan menghormati kedudukan individu dengan tidak menonjolkan
perbedaan yang ada
2)
Menjaga tali persaudaraan dalam suatu lingkungan
3)
Negara menjamin persamaan kedudukan warga Negara, sehingga setiap warga
negara memiliki hak dan kewajiban yang sama
4)
Tidak memicu konflik yang disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan atau
membangga-banggakan agama/ras/golongan pribadi
5)
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
6)
Tidak mengambil hak-hak milik orang lain
D.
PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA TANPA MEMBEDA-BEDAKAN RAS, AGAMA, GENDER, GOLONGAN, BUDAYA DAN SUKU
Berikut upaya-upaya menghargai persamaan
kedudukan warga negara :
a)
Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan
menghargai pluralitas
b)
Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan serta
dalam pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan antar sesama.
c)
Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin persamaan
warga Negara
d)
Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara
dan gender
Penerapan
prinsip persamaan kedudukan warga negara antara lain :
a)
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
b)
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
c)
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin kedudukan social, warna kulit dsb.
d)
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
e)
Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
f)
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
g)
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur
kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip
kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun
hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut,
sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai
kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses
naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama
sekali.
Seorang
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga
negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI
Jakarta) Provinsi, tempat ia
terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor
pemerintahan. Paspor diberikan
oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan
dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan
Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi
dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan
dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan negara.
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas
disebutkan bahwa negara menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras,
agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami susun
dengan penuh usaha semampu kami dan kami mohon mohon maaf apabila ada tulisan
yang salah, semoga hal ini bermamfaat bagi rekan pembaca dan pada diri kami
sendiri. Dan hal penting kami sebagai
pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang mamotivasi yang tentunya kami akan
lebih meningkatkan gagasan-gagasan kami, terutama kepada bapak penganpu mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan agar selalu tabah dalam membimbing kami.
DAFTAR PUSTAKA
Gautama,
sudargo, Prof, Dr, Mr,. Warga negara dan orang asing. Bandung: alumni
Lubis,
solly, M, S.H. 1975. Ilmu negara. Bandung: alumni
Tag :
pendidikan
0 Komentar untuk "Pengertian Kewarganegaraan Indonesia dan Kedudukan Warga Negara di Indonesia"