Kata “alhubb” (cinta) dalam
firman allah SWT (al-quranul karim) disebutkan di delapan puluh tempat lebih,
dengan berbagai bentuk katanya. Akan tetapi, semua mengacu pada makna perasaan
manusia secara umum. Meskipun demikian, ketika kitabullah yang mulia itu
menyinggung aspek perasaan dalam kehidupan manusia, ia juga tidak melupakan
aspek-aspek yang berhubungan dengan hasrat seksual, dalam kedudukannya sebagai
penyempurna alami bagi proses pembentukan manusia.
Al-quran telah memaparkan tentang
cinta yang bernuansa seks atau yang biasa dikenal dengan istilah al-hub
al-jasadi ini. Al-quran telah mengatur masalah cinta seperti ini dan telah
membuat sejumlah undang-undang yang berfungsi untuk mengaturnya. Bahkan dalam
tataran kehidupan berumah tangga, seorang wanita tidak halal bagi suaminya sepanjang
waktu. Al-quran telah mengaturnya waktu-waktu untuk melakukan hubungan seksual.
Ia telah membolehkan hubungan intim tersebut dapat mengakibatkan kemudharatan.
Selain itu, al-quran juga telah menetapkan beberapa undang-undang yang
mengharamkan segala bentuk hubungan intim di luar ikatan pernikahan.
Demikianlah al-quran yang agung
ini mengatur seluruh kepentingan individu dan masyarakat secara bersamaan dalam
sebuah keseimbangan yang menakjubkan lagi memukai. Al-quran menyentuh sisi yang
sangat sensitif ini dengan penuh kelembutan dan penuh kesopanan seperti gaya
bahasa al-quran pada umumnya. Lihatlah penjelasan tuhan (al-quran) yang dengan
indahnya mengisyaratkan hubungan seksual dengan menggunakan berbagai ungkapan,
terkadang menggunakan al- mubaasyaroh (menggauli), terkadang menggunakan
al-mulaamasah (menyentuh), dan terkadang menggunakan al-ifdhoo’ atau al-ityaan
(mendatangi). Bila seorang memperhatikan ayat-ayat yang memuat
kosakata-kosakata seperti ini, maka dia akan menemukan bahwa kosakata-kosakata
tersebut bercirikan isyarat atau sindiran.
Al-quran mengetengahkan
kosakata-kosata tersebut dalam sebuah kinayah (majaz) yang indah. Allah SWT
berfirman.
وَلَاتَقْرَبُوهُنَّ
“Dan janganlah kamu mendekati mereka.” (QS. Al-Baqarah[2]: 222)
فَلَمَّاتَغَشَّهَا
“maka setelah dicampurinya.” (QS.
Al-A’raaf [7]: 189)
لَمَسْتُمُ النِّساءَ
“kamu telah menyentuh perempuan.”
QS. An-Nisaa’ [4]: 43)
Dan firman-firman serupa yang
merupakan contoh-contoh yang mengundang perenungan dan tidak membangkitkan rasa
malu. Hal serupa juga terdapat pada firman Allah SWT:
لَكُمْ حَرْثٌ نِسَاؤُكُمْ
“istri-istrimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam.” QS. Al-Baqarah [2]: 223)
Barangkali tujuan al-quran
menggunakan gaya bahasa arab seperti itu adalah untuk mengarahkan perhatian
manusia pada aspek kelembutan dan adab yang harus diperhatikan dalam melakukan
hubungan seksual. Dalam tafsir al-manaar, juz 2, hlm. 176 disebutkan: “alquran
yang mulia telah mengajarkan kepada kita tentang kesopanan dalam mengungkapkan
perkara ini ketika pengungkapan tersebut memang diperlukan, yaitu dengan
menggunakan kinayah (majaz) yang halus.”
Hal ini merupakan bukti paling
kuat yang menunjukkan kebenaran alquran dan sifat realistisnya, dimana ia
berusaha menyeimbangkan antara aspek perasaan dan spek hasrat seksual. Alquran bukanlah
sekedar kitab larangan dan anjuran, melainkan juga kitab perundang-undangan dan
kitab kemanusiaan yang amat sempurna. Ia mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia dengan segenap makna dan perasaan yang menghiasinya, serta segenap
syahwat dan gejolak biologis yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
“tidadalah kami alpakan
sesuatupun di dalam al-kitab.” (QS. Al-An’aam [6]: 38)
Tag :
pendidikan
0 Komentar untuk "Bagaimana Al-qur’anul Karim Berbicara Tentang Cinta Bernuansa Fisik atau kebutuhan Biologis (Seks) "